ALHAMDULILLAH. Segala puji hanyalah milik Allah Swt. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Saw.
Saudaraku,
siapapun yang menegakkan tauhiid, sudah menjadi sunnatullah dibenci
orang yang bertentangan visinya. Kita lihat Rasulullah. Luar biasa
akhlak dan tak ada cacat. Bicaranya benar, janjinya selalu ditepati,
gelarnya al-Amin. Ketika mulai menyuarakan Laa ilaaha illallah, semua berbalik. Yang suka menjadi murka, kawan menjadi lawan, yang dekat menjadi jauh.
Ketika
tauhiid ditegakkan, maka akan timbul reaksi. Siapa yang reaksinya
paling kuat? Yaitu orang yang tidak bertauhiid. Yang menuhankan dunia,
harta, jabatan, dan kedudukan. Lalu bagaimana sikap Rasulullah?
Cuma
satu hal, yaitu istiqamah. Konsisten dengan apa yang disampaikannya.
Tidak gentar, tidak terpengaruh oleh apa pun. Karena Rasulullah
menyampaikan risalah tauhiid bukan supaya ditaati orang, tapi membuat
orang taat pada Allah. Tapi karena prasangka dan kecintaan pada dunia,
semua kesempurnaan yang ada pada Rasulullah seolah menghilang dari
orang-orang yang menentangnya.
Ada prasangka, ada fakta. Prasangka itu dilarang oleh Allah. “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa…” (QS.al-Hujurat [49]: 12).
Orang
yang berprasangka, Allah hujamkan kegelisahan di hatinya. Orang yang
berprasangka menjadi buta dan tuli terhadap kenyataan. Yang dia cari
bukan kebenaran, tapi pembenaran atas prasangkanya.
Makanya, setelah prasangka, orang menjadi tajassus.
Mencari-cari yang bukan hak ataupun kewajibannya. Mengorek-ngorek hal
yang bukan tanggung jawabnya di dunia dan akhirat. Setelah tajassus, berlanjut menjadi suatu hal yang paling dibenci Allah, paling hina dan menjijikkan, yaitu ghibah. Sesuatu yang dalam al-Quran diumpamakan seperti manusia kanibal.
Berprasangka buruk melahirkan banyak hal buruk. Gara-gara suudzhan terhadap seseorang, tertutup pintu untuk kita mengambil ilmu dan hikmah dari orang tersebut. Gara-gara suudzan, jadi buruk hati, tajassus, ghibah, dan terhina. Makanya, suudzhan
disebut sebagai seburuk-buruk perkataan. Yang Allah senangi itu fakta.
Berbuat berdasarkan fakta tidak akan berat, akan tenang hatinya.
Dengan husnuzhan, kita bisa melihat banyak hikmah. Kalau suudzhan, dibimbingnya oleh setan. “Dan
barangsiapa berpaling dari pengajaran Allah, kami biarkan setan
menyesatkannya dan menjadi teman karibnya. Dan sungguh, mereka
(setan-setan itu) benar-benar menghalang-halangi mereka dari jalan yang
benar, sedang mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS.az-Zukhruf [43]: 36-37).
Jadi,
bagaimana membedakan kita berada di jalan Allah atau tidak? Kalau
benar-benar berada dalam kebenaran, ada hadiah dari Allah yaitu
keyakinan. Orang yang yakin, tenang hatinya, mantap, dan istiqamah.
Orang
yang sok tahu, hatinya tidak tenang. Bisikan setan tidak akan pernah
membuat hati tenang meski menyangka dirinya ada dalam kebenaran. Ciri
dosa itu ada dua, gelisah dan takut ketahuan. Karena hidup tidak akan
tenang dengan maksiat. Hidup akan tenang dengan makrifat. [*]
Selasa, 10 Juni 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Sekedar Serring :
BalasHapusMasyakallah....kalau kita bicara tentang Suudzhun,itu sama saja bicara tentang Fitna'saya kira kita semua tahu difinisi fitna tsb,hukumnya dosa bahkan kita sering dengar bahwa fitna itu lebih kejam daripada Pembunuhan, nah ...utk Suudzhun itu tidak jauh, karena dia memiliki sifat Musryik,dengki dan iri hati...dan Allah Swt,sangat muka dgn orang seperti itu, makanya Allah Swt akan membiarkan Setan menyesatkannya,seperti dlm QS Az-Zukhruf diatas yg disamppaikan saudara kita, Insyakallah kita selalu bermohon dan berharap kepada Allah Swt,agar kita dijauhkan dari sifat2 yang sangat dibenci Allah,Amin yba....