Rabu, 18 Juni 2014

Orang Kaya yang "Kaya"


ALHAMDULILLAH, Segala puji hanya milik Allah yang Maha Menguasai langit dan bumi. Shalawat dan salam senantiasa tetap tercurah kepada kekasih Allah, Muhammad Saw.
Saudaraku, sungguh beruntung orang kaya yang kaya. Kaya akan harta dan hati. Kita terkadang melihat seseorang kaya karena banyaknya harta, mewahnya rumah dan bagusnya mobil. Pernahkah kita menilai orang yang miskin (papa) disebut kaya? Kita telah melupakan definisi kaya yang hakiki yaitu kekayaan seseorang yang tidak bisa diukur dari sisi hartanya, melainkan dari segi maknanya.
Tidak sedikit kita menemukan bahwa orang yang memiliki kekayaan dinilai dari dunia. Padahal kekayaan yang sesungguhnya adalah kaya dengan ilmu.

llmu adalah kekayaan yang nilainya lebih tinggi dari materi, bahkan Allah meninggikan orang yang berilmu beberapa derajat. Karena orang yang berilmu akan dihargai daripada orang yang tidak berilmu. Ini definisi pertama dari orang kaya yang kaya.

Kedua, orang kaya yang memiliki hati ikhlas dan lapang. Seseorang diberi kekayaan dengan cinta yang lapang dan ikhlas akan merasakan sendiri kenikmatannya. Artinya, kaya bukanlah memiliki banyak materi melainkan memiliki hati yang ikhlas dan lapang.

Ketiga, seseorang yang memiliki kekayaan berupa anak saleh dan salehah. Anak yang saleh dan salehah merupakan aset terbesar bagi orangtua. Dalam hadis dikatakan bahwa jika anak Adam telah meninggal, maka putuslah semua amalnya kecuali tiga perkara yaitu sedekah, ilmu bermanfaat, dan doa anak yang saleh.

Keempat, adalah kaya dengan infak atau sedekah. Karena ia yakin bahwa setiap harta yang digunakan di jalan Allah, tidaklah akan berkurang, bahkan terus bertambah, bertambah, dan bertambah. Dengan infak itulah rezeki kita akan menambah berat pahala di hari perhitungan nanti.
Saudaraku, marilah jadikan diri kita menjadi orang kaya ‘yang kaya’ dan orang miskin ‘yang kaya’. Yakni kaya dengan ilmu, hati, anak saleh dan salehah, dan kaya dengan infak atau sedekah. Karena hal itu akan menjadi sumber kebahagiaan, bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat kelak. Insya Allah.

Rabu, 11 Juni 2014

Fokus Mengejar Ridho Allah swt

Mari kita ajukan sebuah pertanyaan, ‘’Apakah yang menjadi penyebab amal ibadah kita tidak diterima Alloh Swt?’’ Jawaban yang paling mendasar adalah karena salah niat.

Di akhirat kelak ada seorang mujahid yang mati di medan perang,seorang yang rajin sedekah, dan seorang lagi pembaca Al-Quran, namun mereka masuk neraka. Mengapa? Karena salah dalam niat. Mari kita simak keterangan berikut ini.
Abu Hurairoh ra meriwayatkan, bahwa ia pernah mendengar Rosululloh Saw bersabda, ‘’Manusia yang pertama diadili padahari Kiamat nanti adalah orang yang mati di medan jihad. Orang itu didatangkan di hadapan Alloh. Kemudian, ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya. Dan, ia mengakuinya.
Alloh bertanya kepadanya, ‘’Apa yang telah engkau lakukan di dunia?’’ Ia menjawab, ‘’Aku telah berperang membela agama-Mu.’’ Lalu, Allah berkata,
‘’Engkau berbohong. Engkau berperang agar orang-orang menyebutmu seorang pemberani.’’ Kemudian, Alloh memerintahkan agar amalnya dihitung di pengadilan-Nya. Akhirnya, orang itu dimasukkan ke neraka.
Kemudian, seorang penuntut ilmu sekaligus rajin membaca Al Quran, dihadapkan kepada Alloh. Lalu, ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya. Dan, ia mengakuinya. Alloh bertanya, ‘’Apa yang telah engkau lakukan di dunia?’’ Dia menjawab, ‘’Aku menuntut ilmu, mengamalkannya dan aku membaca Al Quran dengan mengharap ridho-Mu.’’
Alloh berkata kepadanya, ‘’Engkau berbohong. Engkau mencari ilmu supaya orang menyebut engkau sebagai seorang alim. Dan, engkau membaca Al Quran agar orang lain menyebutmu rajin membaca Al Quran.’’ Kemudian, Alloh memerintahkan agar amalnya dihitung di pengadilan-Nya. Akhirnya, orang itu dimasukkan ke neraka.
Selanjutnya, seorang kaya raya dan terkenal dermawan, dihadapkan kepada Alloh. Lalu, ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya. Dan, ia mengakuinya. Alloh bertanya, ‘’Apa yang telah engkau lakukan di dunia?’’ Ia menjawab, ‘’Semua harta yang aku miliki tidak aku sukai, kecuali aku sedekahkan karena-Mu.’’

Selasa, 10 Juni 2014

Hati-hati Prasangka!

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanyalah milik Allah Swt. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Saw.

Saudaraku, siapapun yang menegakkan tauhiid, sudah menjadi sunnatullah dibenci orang yang bertentangan visinya. Kita lihat Rasulullah. Luar biasa akhlak dan tak ada cacat. Bicaranya benar, janjinya selalu ditepati, gelarnya al-Amin. Ketika mulai menyuarakan Laa ilaaha illallah, semua berbalik. Yang suka menjadi murka, kawan menjadi lawan, yang dekat menjadi jauh.
Ketika tauhiid ditegakkan, maka akan timbul reaksi. Siapa yang reaksinya paling kuat? Yaitu orang yang tidak bertauhiid. Yang menuhankan dunia, harta, jabatan, dan kedudukan. Lalu bagaimana sikap Rasulullah?
Cuma satu hal, yaitu istiqamah. Konsisten dengan apa yang disampaikannya. Tidak gentar, tidak terpengaruh oleh apa pun. Karena Rasulullah menyampaikan risalah tauhiid bukan supaya ditaati orang, tapi membuat orang taat pada Allah. Tapi karena prasangka dan kecintaan pada dunia, semua kesempurnaan yang ada pada Rasulullah seolah menghilang dari orang-orang yang menentangnya.
Ada prasangka, ada fakta. Prasangka itu dilarang oleh Allah. “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa…” (QS.al-Hujurat [49]: 12).
Orang yang berprasangka, Allah hujamkan kegelisahan di hatinya. Orang yang berprasangka menjadi buta dan tuli terhadap kenyataan. Yang dia cari bukan kebenaran, tapi pembenaran atas prasangkanya.
Makanya, setelah prasangka, orang menjadi tajassus. Mencari-cari yang bukan hak ataupun kewajibannya. Mengorek-ngorek hal yang bukan tanggung jawabnya di dunia dan akhirat. Setelah tajassus, berlanjut menjadi suatu hal yang paling dibenci Allah, paling hina dan menjijikkan, yaitu ghibah. Sesuatu yang dalam al-Quran diumpamakan seperti manusia kanibal.